Guru Pendidikan Agama Islam dan Moralitas Bangsa
*Fery Wahyudi
Seperti kita ketahui bersama, Guru
Pendidikan Agama Islam ( GPAI) biasanya dipanggil dengan ’ustadz’. Ini
mengandung pengertian bahwa seorang Guru Pendidikan Agama Islam dituntut
untuk mempunyai komitmen terhadap profesionalisme dalam tugas-tugasnya.
Kemudian seseorang dikatakan profesional, bilamana pada dirinya melekat
sikap dediktif yang tinggi terhadap tugas, komitmen terhadap mutu
proses dan hasil kerja, mempunyai sikap continous improvement, yaitu
selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui cara kerjanya sesuai
dengan tuntutan zaman.
Agar pekerjaan menghasilkan produk
yang bermutu, menurut para ahli ada tiga ciri dasar, yaitu: 1.
keinginan untuk selaku menjunjung tinggi mutu pekerjaan ( job qualitiy),
2. menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, 3. keinginan yang
kuat untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui karya
profesional.
Keberhasilan atau kegagalan Guru
Pendidikan Agama Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hasil
pendidikan, profesionalisme serta etos kerja akan dapat dirasakan
masyarakat melalui profil lulusannya. Selama masyarakat masih merasa
kurang puas tentang mutu pendidikan, maka Guru Pendidikan Agama Islam
mempunyai tanggung jawab untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan,
profesionalisme dan etos kerja.
Oleh karena itu, apabila suatu
pekerjaan dipandang sebagai profesi, maka ada beberapa ketentuan yang
harus ditaati, yang pertama; setiap profesi dikembangkan untuk
memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat, yang kedua; profesi
bukan sekedar mata pencaharian, akan tetapi juga mempunyai pengertian
”pengabdian kepada sesuatu”, yang ketiga; mempunyai kewajiban untuk
menyempurnakan prosedur kerja yang mendasari pengabdiannya secara
terus-menerus dan tidak pernah berhenti.
Guru Pendidikan Agama Islam yang
mempunyai komitmen terhadap profesionalismenya seharusnya tercermin
dalam aktivitasnya sebagai murabbiy, mu’allim, mursyid, dan mudarris.
Sebagai murabbiy ia akan selalu menumbuhkembangkan, mengatur dan
memelihara potensi, minat dan bakat serta kemampuan peserta didik secara
bertahap ke arah aktualisasi potensi, minat, bakat serta kemampuan
secara optimal, melalui kegiatan-kegiatan penelitian, eksperimen,
problem solving. Sebagai mu’allim ia akan melakukan transfer ilmu
pengetahuan serta melakukan internalisasi atau penyerapan ilmu
pengetahuan kepada siswa dan memberikan motivasi untuk mengamalkannnya.
Sebagai mursyid ia akan melakukan pembentukan akhlak kepada peserta
didik. Sebagai mu’addib ia menyadari eksistensinya yang memiliki peran
dan fungsi untuk membangun peradaban yang baik melalui pendidikan.
Sebagai mudarris, ia akan bekerja keras untuk mencerdaskan anak
didiknya, memberantas ketidaktahuan menjadi pengetahuan, melatih
keterampilan, terutama yang berkaitan dengan ibadah, seperti,
keterampilan mengurus jenazah, memimpin do’a, menjadi imam, mu’azin,
membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, keterampilan Bahasa Arab, dan
masih banyak lagi keterampilan yang berkaitan dengan ibadah untuk
membentuk kesalehan pribadi serta kesalehan sosial.
Saat ini Pendidikan Agama Islam di
sekolah, merupakan salah satu mata pelajaran yang dikembangkan disamping
mata pelajaran lainnya. Setiap mata pelajaran memuat pesan-pesan
normatif yang dikembangkan dan ditanamkan kepada para peserta didik.
Pada akhirnya apabila pendidikan dilihat sebagai proses pengembangan dan
penanaman seperangkat nilai serta normat yang implist dalam setiap mata
pelajaran sekaligus gurunya, maka tugas mendidik akhlak mulia bukan
hanya menjadi tanggung jawab Guru Pendidikan Agama Islam semata-mata.
Kalau ada murid yang suka boros dan
hidup mewah di sekolah, maka itu berarti pula kegagalan dari guru
matematika dan ekonomi. Seandainya ada murid yang kurang perduli dengan
lingkungan hidup di sekitarnya, berarti ada peran yang belum maksimal
dari guru IPA. Seandainya ada murid yang sering bicara kurang sopan,
menggunakan bahasa-bahasa yang tidak baik terhadap orang yang lebih tua
darinya serta teman sebaya, berarti juga ada usaha yang belum maksimal
dari guru Bahasa Indonesia. Seandainya ada murid yang kurang begitu
menghargai jasa para pahlawan, peninggalan-peninggalan bersejarah,
berarti ada usaha yang belum maksimal dari guru Sejarah. Di sebuah
lingkungan pendidikan seperti sekolah, semuanya mempunyai tanggung jawab
untuk berhasilnya suatu tujuan pendidikan akhlak, para karyawan,
penjaga sekolah, hendaklah mampu untuk menciptakan interaksi edukatif.
Ketika semua hal tersebut diatas
terjadi, bukan berarti Guru Pendidikan Agama Islam melepaskan tanggung
jawabnya sebagai pembimbing dan pengarah ajaran serta moral agama, akan
tetapi hal itu semua merupakan upaya untuk membangun kerja sama serta
harmonisasi dalam suatu proses pendidikan di sekolah. Sebab,
keteladanan akhlak bukan hanya harus ditunjukkan oleh GPAI, akan tetapi
juga oleh para tenaga kependidikan yang lainnya, mulai dari kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, bendahara sekolah, guru, karyawan,
penjaga kebersihan.
Pada era globalisasi seperti
sekarang ini, peserta didik menangkap pesan-pesan moral tidak hanya dari
guru, orang tua, tetapi juga dari lingkungan yang di dalamnya terdapat
media, baik elektronik maupun cetak, majalah, koran, televisi, komputer,
internet, hand phone dan masih banyak lagi yang lain. Semua media
tersebut diatas sulit terkontrol oleh orang tua, guru, apakah
pesan-pesan yang disampaikan bersifat mendidik atau sebaliknya. Saat
ini semua media tersebut sangat mudah terjangkau oleh anak didik bahkan
mendominasi kehidupan mereka, sehingga akibatnya sering muncul, tawuran
antar pelajar, seks bebas, narkoba semua itu sering diakibatkan oleh
pesan-pesan negatif dari media.
Pada akhirnya, kenyataan-kenyataan
tersebut diatas seperti tawuran antar pelajar, seks bebas, narkoba
seharusnya membangkitkan kesadaran dari para guru dan tenaga
kependidikan lainnya di sekolah untuk secara bersama-sama bertanggung
jawab dalam upaya memfilter pesan-pesan negatif yang disampaikan oleh
media. Penyampaian misi keagamaan memang membutuhkan kerjasama dan
kebersamaan antara Guru Pendidikan Agama Islam dengan tenaga
kependidikan lainnya, sedangkan misi keilmuan agama merupakan tanggung
jawab penuh Guru Pendidikan Agama Islam.
Diambil dari : http://edukasi.kompasiana.com/2013/07/19/guru-pendidikan-agama-islam-dan-moralitas-bangsa-574925.html
0 komentar :
Posting Komentar